Jumat, 30 Maret 2018

Model Concept Attainment




Menerapkan Pelajaran Menggunakan Model Pemerolehan Konsep
(Concept Attainment Model)


Pemerolehan konsep dimulai ketika guru memberikan contoh dan noncontoh serta terus melakukan itu sampai siswa telah memisahkan satu hipotesis tunggal dan menerapkan hipotesis itu pada contoh-contoh baru. Proses ini terjadi dalam empat (4) fase, yaitu :
1.    Fase I  : Pendahuluan
Pada fase ini guru memperkenalkan pelajaran dan menjelaskan bagaimana kegiatan akan dilakukan. Pada fase ini pelajaran memerlukan perkenalan cermat agar siswa merasa nyaman dengan prosesnya.
2.    Fase II : Contoh dan Merumuskan Contoh
Setelah guru memperkenalkan siswa mengenai cara pelajaran Pemerolehan Konsep dilakukan, guru kemudian memberikan siswa contoh dan noncontoh, dan siswa diminta untuk menghipotesiskan pendapat mereka tentang konsep itu.
3.    Fase III : Siklus Analisis
Pada fase ini, guru selanjutnya menunjukkan contoh dan noncontoh berdasarkan urutan apapun yang menurut guru paling efektif untuk membantu siswa mengembangkan konsep dan melatih pemikiran kritis siswa. Setelah memberikan contoh dan noncontoh, guru meminta siswa menganalisis hipotesis-hipotesis yang ada untuk mengetahui apakah hipotesis-hipotesis tersebut tetap valid berdasarkan informasi baru. Selain itu, guru juga mendorong siswa untuk menawarkan hipotesis-hipotesis baru yang didukung data.
4.    Fase IV : Penutup dan Penerapan
Di dalam fase ini, guru meminta siswa mengidentifikasi karakteristik utama dari konsep, menyatakan definisi, dan menghubungkannya dengan konsep. Definisi akan memperkuat pemahaman siswa dengan mencakup konsepnya ke dalam kategori lebih umum dimana konsep itu bisa diklasifikasikan dan menentukan karakteristik-karakteristik konsep tersebut.

Sumber : Eggen, Paul Don Kouchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Indeks

Kamis, 01 Maret 2018

Tanah dan Pencemaran Tanah

TANAH DAN PENCEMARAN TANAH
I. Tanah
Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat dipermukaan kulit bumi, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan, dan bahan-bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tumbuhan dan hewan, yang merupakan medium atau tempat tumbuhnya tanaman dengan sifat-sifat tertentu, yang terjadi akibat dari pengaruh kombinasi faktor-faktor iklim, bahan induk, jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu pembentukan (Yuliprianto, 2010). 
Hanafiah (2007) menyebutkan tanah secara umum terbagi atas empat lapisan yang meliputi lapisan tanah atas, lapisan tanah tengah, lapisan tanah bawah, dan lapisan batuan induk.


1.        Lapisan Tanah Atas
Merupakan lapisan yang terletak hingga kedalaman 30 cm, sering disebut dengan istilah Top Soil. Pada lapisan ini kaya dengan bahan bahan organik, humus dan menjadikannya sebagai lapisan paling subur sehingga sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman berakar pendek.
Cara paling mudah untuk mengenali top soil adalah warnanya yang cenderung paling gelap dibandingkan lapisan dibawahnya, terlihat lebih gembur dan semua mikroorganisme hidup pada lapisan ini sehingga memungkinkan terjadinya proses pelapukan daun, sisa batang dan bagian makhluk hidup lainnya.

2.        Lapisan Tanah Tengah
Terletak tepat dibagian bawah dari top soil dengan ketebalan antara 50 cm hingga 1 meter. Berwarna lebih cerah daripada lapisan diatasnya dan lapisan ini terbentuk dari campuran pelapukan yang terletak di lapisan bawah dengan sisa material top soil yang terbawa air, mengendap sehingga bersifat lebih padat dan sering disebut dengan tanah liat.

3.        Lapisan Tanah Bawah
Merupakan lapisan yang mengandung batuan yang mulai melapuk dan sudah tercampur dengan tanah endapan pada lapisan diatasnya atau tanah liat. Pada bagian ini masih terdapat batuan yang belum melapuk dan sebagian sudah dalam proses pelapukan dari jenis batuan itu sendiri dan berwarna sama dengan batuan penyusunnya atau asalnya. Berada cukup dalam dan jarang dapat ditembus oleh akar akar pohon atau tanaman.

4.        Lapisan Batuan Induk
Merupakan lapisan terdalam yang terdiri atas batuan padat. Jenis batuan pada lapisan ini berbeda antara satu daerah dengan tempat lainnya sehingga menyebabkan produk tanah yang dihasilkan juga berbeda. Batuan pada lapisan ini mudah pecah namun sangat sulit ditembus oleh akar tanaman dan air, berwarna terang putih kelabu hingga kemerahan. Lapisan batuan induk ini dapat dengan mudah terlihat pada dinding tebing terjal daerah pengunungan.

II.   Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah dapat diartikan sebagai adanya bahan kimia buatan manusia masuk dan merusak keadaan lingkungan tanah alami. Tanah dapat tercemar jika ada bahan kimia baik organik maupun anorganik yang dibuang langsung ke tanah dalam keadaan yang tidak memenuhi syarat (illegal dumping) seperti limbah industri, limbah pertambangan, residu pupuk dan pestisida, hingga bekas instalasi senjata kimia. Bentuk kontaminasi berupa berbagai unsur dan substansi kimia berbahaya yang mengganggu keseimbangan fisik, kimia, dan biologi tanah (Sembel, 2015).
Ketika suatu zat berbahaya atau beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya (Tonapa, 2015),

III. Sumber dan Penyebab Pencemaran dalam Tanah
Berbagai sumber dan penyebab pencemaran yang dapat mengakibatkan mundurnya kualitas tanah diantaranya limbah industri, kegiatan pertambangan, limbah rumah tangga, dan penggunaan bahan-bahan agrokimia.

1.    Limbah Industri
Limbah industri dalam proses produksinya menggunakan bahan baku utama dan bahan baku penunjang. Diantara bahan baku yang digunakan ada yang mengandung logam berat, sehingga limbah yang dihasilkan dapat mengandung unsur-unsur yang sama seperti bahan bakunya. Para pelaku industri biasanya membuang limbah ke dalam bahan air atau sungai tanpa melalui proses pengolahan limbah terlebih dahulu. Limbah industri dapat berasal dari limbah rumah tangga atau pabrik-pabrik domestik, seperti perhotelan, rumah makan, pasar, tempat wisata, instansi pemerintahan dan lainnya. Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah padat ataupun cair (Erfandi dan Juarsah, 2014).
Limbah padat merupakan limbah buangan yang berasal dari industri pabrik yang berupa bubur, padatan, atau lumpur dari hasil pengolahan pabrik tersebut, misalnya limbah dari pabrik gula, rayon, kertas dan pengawet buah. Limbah cair merupakan limbah buangan yang bentuknya berupa cairan. Contoh limbah cair adalah sisa dari pengolahan limbah logam ataupun limbah kimia. Limbah cair ini sangat berbahaya terutama jika limbah tersebut mengandung berbagai bahan kimia yang berpotensi mengganggu kesehatan manusia. kesehatan manusia (Imran, 2014).

2.    Pencemaran Tanah oleh Kegiatan Pertambangan
Pertambangan dan indsutri pengolahan bijih logam pada banyak negara telah mewariskan kontaminasi logam dalam tanah yang cukup luas. Kegiatan pertambangan sangat potensial menimbulkan dampak pada tanah dan badan air. Dari pertambangan, bahan pencemar tidak ditambang secara sendiri, tetapi merupakan bahan ikutan dari pengolahan tambang dan produksi timah hitam (Pb), Seng (Zn), Kuprum (Cu), batu bara dan minyak (Notophadiprawiro, 2006).

3.    Pencemaran Tanah Oleh Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga merupakan bahan sisa yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga. Contoh limbah rumah tangga adalah sampah baik organik maupun anorganik, detergen, kotoran, dan asap hasil pembakaran. Pembuangan sampah yang tidak teratur menyebabkan terjadinya pencemaran baik di tanah, air maupun udara. Selain itu, pembuangan limbah mandi, mencuci, dan kakus masih banyak yang dibuang ke sungai (Harmayani, 2007).

4.    Pencemaran Tanah Oleh Limbah Pertanian (Agrokimia)
Dalam aplikasi, penggunaan bahan-bahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida selain membawa dampak baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, ternyata juga membawa dampak negatif bagi lingkungan yaitu menjadi sumber pencemaran baik tanah, air dan udara. Bahan agrokimia dikategorikan sebagai sumber pencemar karena adanya kandungan unsur serta senyawa-senyawa tertentu yang masuk kedalam suatu sistem dimana unsur maupun senyawa tersebut tidak diperlukan dalam jumlah yang banyak (Sutanto, 2008). Penggunaan bahan agrokimia tersebut akan meninggalkan residu yang apabila terakumulasi akan mencemari lingkungan dan mempengaruhi kehidupan makhluk hidup ditempat terakumulasinya residu bahan tersebut. Residu bahan agrokimia di dalam tanah ini juga mengakibatkan terhambatnya proses dekomposisi secara alami oleh mikroba di dalam tanah. Hal ini dikarenakan sifat bahan agrokimia yang lebih sukar terurai, sehingga berapapun banyaknya tanah diberi pupuk hasilnya tetap tidak optimal (Notohadiprawiro, 2006). 

Dampak lain dari penggunaan bahan agrokimia adalah tanah menjadi masam dan mempercepat habisnya zat-zat organik tanah, rusaknya lahan sebagai akibat merosotnya struktur tanah, dan pemadatan tanah. Pemadatan tanah akan mengakibatkan porositas tanah menurun, sehingga ketersediaan oksigen bagi tanaman maupun mikrobia tanah menjadi sangan berkurang (Sutanto, 2008).


 Sumber Pustaka

Erfandi, D. dan Juarsah I. 2014. Teknologi Pengendalian Pencemaran Logam Berat pada Lahan Pertanian. Balitbang. http://www.litbang.pertanian.go.id/buku/konservasi-tanah/BAB-VII.pdf (Diakses 21 September 2017)

Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Harmayani, K.D. 2007. Pencemaran tanah akibat pembuangan limbah domestik. https://ojs.unud.ac.id/index.php/natah/article/view/3037/2194 (Diakses 21 September 2017)
Imran, A. 2014. Limbah dan Pencemarannya. eprints.ung.ac.id/5039/6/2012-1-13201-811408001-bab2-15082012113741.ps (Diakses 21 September 2017)
Notohadiprawiro. T. 2006. Logam Berat dalam Pertanian. Repro Ilmu tanah Universitas Gadjah Mada
Santoso, S. 2015. Dampak Negatif Pencemaran terhadap Lingkungan dan Upaya Mengatasinya (http://bio.unsoed.ac.id/sites/default/files/Dampak%20Negatif%20Sampah%20terhadap%20Lingkungan%20dan%20Upaya%20Mengatasinya-.pdf). (Diakses 21 September 2017)
Sembel, D.T. 2015. Toksikologi Lingkungan Dampak Pencemaran Berbagai Bahan Kimia dalam kehidupan Sehari-hari. CV ANDI OFFSET. Yogyakarta
 Sutanto, R. 2008. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta
 Tonapa R. 2015. Pencemaran Lingkungan. e-journal.uajy.ac.id .id/6980/3/BL201125.pdf (Diakses 21 September 2017)
 Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.